gravatar

Epilepsi Bukan Penyakit Menular

Stigma negatif penyakit epilepsi yang melekat pada masyarakat menyebabkan para penyandang penyakit ini tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.
Dr. Gea Pandhita S, M.Kes, Sp.S Dokter Spesialis Syaraf dari RS Islam Pondok Kopi menuturkan, epilepsi bukan disebabkan oleh guna-guna, gangguan jiwa, ataupun penyakit menular lewat air liur, seperti anggapan masyarakat pada umumnya.
Epilepsi adalah gangguan fisik yang ditandai oleh Bangkitan Epilepsi, manifestasi klinik akibat aktifitas listrik neuron otak yang bekerja secara berlebihan dan berulang sehingga menyebabkan gangguan kesadaran, motorik, maupun sensorik atau psikis. Selain itu, epilepsi juga merupakan penyakit "kambuhan" yang tidak hanya terjadi sesekali.
"Bisa dikatakan epilepsi jika Bangkitan Epilepsi terjadi minimal dua kali sehari dan sifatnya harian," ungkap Dr. Gea, Kamis (27/6), "epilepsi juga terjadi tanpa provokasi."
Studi Persatuan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia (Perdossi) tahun 2012 menyatakan, penyandang epilepsi aktif di Indonesia mencapai 1,8 juta jiwa dan penyandang epilepsi baru mencapai 250 ribu per tahun.
"Kasus epilepsi banyak ditemukan pada anak dan cenderung terlambat diidentifikasi," ujar Gea.
Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit epilepsi dan bahayanya.
Jika epilepsi dibiarkan terus - menerus akan menyebabkan kerusakan syaraf otak yang makin parah. Hal ini tentu dapat mempengaruhi kualitas tumbuh kembang si kecil.
"Kerusakan syaraf otak dapat menghambat kemampuan motorik dan bahasa,"
Selain itu, para penderita memiliki problem psikososial yang cukup serius akibat stigma - stigma negatif terhadap epilepsi, seperti depresi dan kecemasan, serta terisolasi dari masyarakat.
"Banyak penyakit lain yg lebih parah dari epilepsi, namun para penderitanya tidak mendapat komplikasi sosial yang seserius ini," ujar Gea.
Dr. Gea menyatakan, penyakit ini dapat ditangani dengan pengobatan medis dan terapi elektroensefalografi, sebuah terapi untuk mendeteksi kejanggalan aktifitas otak.
"Obat anti epilepsi harus diberikan terus menerus sampai dua tahun bebas serangan (epilepsi). Jika kondisi membaik, dosis obat akan dikurangi secara bertahap sampai bebas serangan," katanya.