gravatar

Jangan pasang AC di kamar anak

Tidur di kamar berpendingin ruangan alias AC tentu menyenangkan karena Anda takkan merasa gerah dan kepanasan. Tapi pikir-pikir dulu jika ingin memasang AC di kamar anak, karena sebuah studi mengungkapkan paru-paru anak rentan rusak jika kamar tidurnya dingin.

Bahkan menurut peneliti dari Otago University, Selandia Baru, gangguan fungsi paru-paru tetap terlihat meski si anak tidur di kamar berpendingin ruangan tersebut hanya dalam satu malam dan penurunan suhunya hanya sebesar satu derajat dari suhu normal.


Setelah tim peneliti yang dipimpin oleh Dr Nevil Pierse ini mengamati lebih dari satu juta pengukur suhu ruangan di 405 rumah di sejumlah kota di Selandia Baru seperti Bluff, Dunedin, Christchurch, Porirua dan Hutt Valley, mereka menemukan bahwa menghabiskan waktu selama satu jam saja di dalam kamar tidur yang suhunya hanya lebih rendah satu derajat dari suhu normal dapat mempengaruhi fungsi paru-paru anak-anak yang sehat.

Tak hanya itu, peneliti mengungkapkan efek terbesar dialami oleh anak-anak yang terpapar suhu ruangan di bawah 12 derajat Celcius, meski di beberapa kasus tertentu peneliti menemukan pada anak-anak yang terpapar suhu di bawah minus 2,5 derajat Celcius.

Lagipula World Health Organization telah merekomendasikan anak-anak memang tidak seharusnya tidur di dalam ruangan yang suhunya di bawah 20 derajat Celcius. Apalagi risiko yang mengintai dari paparan perubahan suhu di bawah 12 derajat Celcius itu justru 10 kali lebih besar daripada perubahan suhu yang terjadi ketika suhu ruangan mencapai 18 derajat Celcius.

"Anak-anak yang banyak menghabiskan waktu di ruangan bersuhu rendah akan cenderung sering mengi dan memperlihatkan gejala demam maupun flu. Tapi kondisi anak takkan pernah membaik jika setelah kita membawanya ke rumah sakit saat sakit (yang hangat dan nyaman) serta memberinya obat-obatan lalu memulangkannya namun tidak mengurangi paparan pendingin ruangan, misalnya," terang Dr. Pierse seperti dilansir Medindia, Senin (19/8/2013).

"Pasalnya kita membiarkan mereka terkena masalah yang sama," tutupnya.

Studi ini baru saja dipublikasikan dalam Journal of Epidemiology & Community Health.



Sumber : health.detik